Waktu :: Telp (0644) 531755 Email home(at)unisai.ac.id
Info Kampus
Saturday, 23 Nov 2024
  • Dalam menyambut PILKADA, Perkuliahan akan diliburkan mulai tanggal 24 s/d 28 November 2024 I Perkuliahan akan dimulai kembali pada tanggal 29 November 2024
17 December 2020

KKR Aceh Gelar Mubahasah Rekonsiliasi Konflik di Kampus IAIA Samalanga

Thursday, 17 December 2020 Kategori : Berita

IAIA I Samalanga- Lajnah Mubahasah Majelis TASTAFI (Tasawuf, Tauhid, Fiqh) Ulama Aceh bekerja sama dengan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh atas dukungan dari Asia Justice and Right (AjaR) menggelar mubahasah dengan tema” Rekonsiliasi menurut Perspektif Islam” yang dilaksnakan di aula IAI Al-Aziziyah Samalanga mulai tanggal 16-18 desember 2020.

Hal tersebut sebagaimana diungkapakn Dr. Tgk. Muntasir A. Kadir, MA (Rektor IAI Al-Aziziyah) yang juga salah seorang pengarah acara kepada media ini. Sosok yang sering di panggil Ayah Batee Iliek mengatakan Muzakarah atau mubahasah ini diharapkan dapat menemukan dasar pemikiran tambahan untuk pelaksanaan rekonsiliasi terhadap penyelesaian konflik masa lalu yang berbasis Syariat Islam oleh KKR Aceh.

“Kegiatan Mubahasan Rekonsiliasi ini dilakukan dalam dua tahap, pertama kajian Sumber dengan melakukan kajian terhadap sumber dan dalil-dalil syara‟ dari berbagai sumber yang berkaitan dengan rekonsiliasi dalam Islam oleh tim khusus yang dibentuk. Hasil dari kajian tim khusus atau disebut dengan tim kajian sumber ini menjadi materi mubahasah para ulama Aceh. Masa kerjanya sekitar 20 hari sebelum acara Mubahasah dimulai,” sambungnya yang juga Rektor IAIA Samalanga, Kamis, (17/12/2020)

Ayah Kuta Glee menambahkan tahap kedua mubahasah dengan membahas secara terbuka oleh semua peserta terhadap materi yang telah disiapkan oleh tim riset. Sebelum mubahasah dimulai, diawali dengan penyampaian materi oleh beberapa narasumber sebagai pengantar. Diawali oleh sambutan Ketua KKR Aceh Bapak Afridal Darmi, SH.LLM. Kemudian disusul ke materi pembuka mubahasah yang disampaikan oleh Masthur Yahya sebagai Komisioner KKR. Kegiatan ini dilaksanakan selama 2 (dua) hari dan dihadiri oleh semua peserta yang terdiri dari tim riset, mushahhih, anggota mubahasah, dan peninjau.

Sementara itu Masthur Yahya, S.H., M.Hum., selaku Ketua Pokja Rekonsiliasi melalui Muzakarah ini diharapkan dapat menemukan dasar pemikiran pelaksanaan rekonsiliasi terhadap penyelesaian konflik masa lalu yang berbasis Syariat Islam. Juga KKR Aceh diharapkan lebih memahami kaidah-kaidah rekonsiliasi berbasis Syariat Islam.

“Muzakarah ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi kepada KKR Aceh sebagai pedoman penyelesaian konflik masa lalu di Aceh diluar pengadilan (Non-Yudisial) melalui pendekatan rekonsilasi yang berbasis Syariat Islam yang dapat memupuk perdamaian secara berkelanjutan,” jelasnya.

Masthur Yahya menambahkan Out put dari acara ini, KKR Aceh bisa merealisasikan dengan baik proses rekonsiliasi berbasis Syraiat Islam. Kemudian KKR Aceh dapat mengkomunikasikan rekomendasi Ulama Aceh tentang penyelesaian konflik masa lalu Aceh secara Non-Yudisial (secara rekonsliasi) berbasis Syariat Islam.

“ Selanjutnya dengan adanya satu berita acara rekomendasi Ulama Aceh tentang pelaksanaan rekonsiliasi berbasis Syariat Islam dan dipublikasikan ke masyarakat,” pintanya.

Sementara itu Tgk. H. Iqbal A. Jalil salah seorang panitia mengatakan peserta mubahasah berjumlah 50 orang yang terdiri dari kalangan ulama dan pimpinan dayah juga dari tim KKR Aceh. Terdiri dari Tim Mushahhih:tim perumus dan peserta mubahasah.

“ Mushahhih terdiri dari Abu Syaikh H. Hasanol Basri HG (Abu MUDI), Tgk. H. Muhammad Amin (Ayah Cot Trueng), Tgk. H. Muhammad Yusuf A Wahab (Ayah Sop Jeunib) dan beberapa ulama sepuh lainnya, tim perumus berasal dari LBM MUDI Samalanga sedangkan peserta mubahasah sebanyak 30 orang di tambah dari KKR Aceh,” jelasnya yang juga guru Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga.

Tgk. H. Iqbal mengatakan ada tiga rumusan masalah yang akan di bahas dalam mubahasah ini tentang mekanisme penanganan pasca konflik.

“Selanjutnya berkaitan dengan apa saja konsekuensi dari kehilangan jiwa, harta benda atau kejahatan lainnya dalam kondisi perang menurut perspektif syariat islam dan kedudukan dan urgensi rekonsiliasi menurut syariat islam,” tutupnya.

No Comments

Tinggalkan Komentar